Di Indonesia tampaknya masalah penerapan etika perusahaan yang lebih
intensif masih belum dilakukan dan digerakan secara nyata. Pada umumnya
baru sampai tahap pernyataan atau sekedar “lips-service” belaka. Karena memang enforcement dari pemerintah belum tampak secara jelas.
Sesungguhnya Indonesia harus lebih awal menggerakan penerapan etika
bisnis secara intensif terutama setelah tragedi krisis ekonomi tahun
1998. Sayangnya bangsa ini mudah lupa dan mudah pula memberikan maaf
kepada suatu kesalahan yang menyebabkan bencana nasional sehingga
penyebab krisis tidak diselesaikan secara tuntas dan tidak berdasarkan
suatu pola yang mendasar. Sesungguhnya penyebab utama krisis ini, dari
sisi korporasi, adalah tidak berfungsinya praktek etika bisnis secara
benar, konsisten dan konsekwen. Demikian pula penyebab terjadinya kasus
Pertamina tahun (1975), Bank Duta (1990) adalah serupa.
Praktek penerapan etika bisnis yang paling sering kita jumpai pada
umunya diwujudkan dalam bentuk buku saku “code of conducts” atau kode
etik dimasing-masing perusahaan. Hal ini barulah merupakan tahap awal
dari praktek etika bisnis yakni mengkodifikasi-kan nilai-nilai yang
terkandung dalam etika bisnis bersama-sama corporate-culture atau
budaya perusahaan, kedalam suatu bentuk pernyataan tertulis dari
perusahaan untuk dilakukan dan tidak dilakukan oleh manajemen dan
karyawan dalam melakukan kegiatan bisnis.
Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara
untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang
berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat.
Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil
(fairness), sesuai dengan hukum yang berlaku (legal) tidak tergantung
pada kedudukani individu ataupun perusahaan di masyarakat.
Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan
merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal
ketentuan hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan
“grey-area” yang tidak diatur oleh ketentuan hukum.
Menurut Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance
Managemen Jouurnal (1988) yang berjudul Managerial Ethics Hard Decisions
on Soft Criteria, membedakan antara ethics, morality dan law sebagai
berikut :
• Ethics is defined as the consensually accepted standards of behavior for an occupation, trade and profession
• Morality is the precepts of personal behavior based on religious or philosophical grounds
• Law refers to formal codes that permit or forbid certain behaviors and may or may not enforce ethics or morality.
Berdasarkan pengertian tersebut, terdapat tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika kita :
1.Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada
konsekuensi nya. Oleh karena itu dalam bertindak seseorang seharusnya
mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada
masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya
serendah-rendahnya.
2.Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuan
nya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun
tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan
menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
3.Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang
sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan
baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
Dari pengelompokan tersebut Cavanagh (1990) memberikan cara menjawab
permasalahan etika dengan merangkum dalam 3 bentuk pertanyaan sederhana
yakni :
• Utility : Does it optimize the satisfactions of all stakeholders ?
• Rights : Does it respect the rights of the individuals involved ?
• Justice : Is it consistent with the canons oif justice ?
Mengapa etika bisnis dalam perusahaan terasa sangat penting saat
ini? Karena untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki
daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai
(value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh.
Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik,
sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang
andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan
konsekwen.
Contoh kasus Enron yang selain menhancurkan dirinya telah pula
menghancurkan Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen yang memiliki
reputasi internasional, dan telah dibangun lebih dari 80 tahun,
menunjukan bahwa penyebab utamanya adalah praktek etika perusahaan tidak
dilaksanakan dengan baik dan tentunya karena lemahnya kepemimpinan
para pengelolanya. Dari pengalaman berbagai kegagalan tersebut, kita
harus makin waspada dan tidak terpana oleh cahaya dan kilatan suatu
perusahaan hanya semata-mata dari penampilan saja, karena berkilat belum
tentu emas.
Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika perusahaan akan
selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka
panjang karena :
• Akan dapat mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan
terjadinya friksi baik intern perusahaan maupun dengan eksternal.
• Akan dapat meningkatkan motivasi pekerja.
• Akan melindungi prinsip kebebasan ber-niaga
• Akan meningkatkan keunggulan bersaing.
Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing tindakan
balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif,
misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan
beroperasi. Hal ini akan dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai
perusahaan. Sedangkan perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai
etika pada umumnya perusahaan yang memiliki peringkat kepuasan bekerja
yang tinggi pula, terutama apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan
yany tidak etis misalnya diskriminasi dalam sistem remunerasi atau
jenjang karier. Karyawan yang berkualitas adalah aset yang paling
berharga bagi perusahaan oleh karena itu semaksimal mungkin harus tetap
dipertahankan.
Untuk memudahkan penerapan etika perusahaan dalam kegiatan sehari-hari
maka nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis harus dituangkan
kedalam manajemen korporasi yakni dengan cara :
• Menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct)
• Memperkuat sistem pengawasan
• Menyelenggarakan pelatihan (training) untuk karyawan secara terus menerus.
Ketentuan tersebut seharusnya diwajibkan untuk dilaksanakan, minimal
oleh para pemegang saham, sebagaimana dilakukan oleh perusahaan yang
tercatat di NYSE ( antara lain PT. TELKOM dan PT. INDOSAT) dimana
diwajibkan untuk membuat berbagai peraturan perusahaan yang sangat ketat
sesuai dengan ketentuan dari Sarbannes Oxley yang diterbitkan dengan
maksud untuk mencegah terulangnya kasus Enron dan Worldcom.
Kesemuanya itu adalah dari segi korporasi, bagaimana penerapan untuk
individu dalam korporasi tersebut ? Anjuran dari filosuf Immanual Kant
yang dikenal dengan Golden Rule bisa sebagai jawabannya, yakni :
• Treat others as you would like them to treat you
• An action is morally wrong for a person if that person uses others, merely as means for advancing his own interests.
Apakah untuk masa depan etika perusahaan ini masih diperlukan ?
Bennis, Spreitzer dan Cummings (2001) menjawab “ Young leaders place
great value on ethics. Ethical behavior was identified as a key
characteristic of the leader of the future and was thought to be sorely
lacking in current leaders.”
Dan kasus Enron pun merupakan pukulan berat bagi sekolah-sekolah bisnis
karena ternyata etika belum masuk dalam kurikulum misalnya di Harvard
Business School. Sebelumnya mahasiswa hanya beranggapan bahwa “ethics
as being about not getting caught rather than how to do the right thing
in the first place”.
Andaikan anda adalah seorang direktur teknik yang harus menerapkan
teknologi baru. Anda tahu teknologi ini diperlukan dapat meningkatkan
efisiensi industri, namun pada saat yang sama juga membuat banyak
pegawai yang setia akan kehilangan pekerjaan, karena teknologi ini hanya
memerlukan sedikit tenaga kerja saja. Bagaimana sikap anda? Dilema
moral ini menunjukkan bahwa masalah etika juga meliputi kehidupan
bisnis. Perusahaan dituntut untuk menetapkan patokan etika yang dapat
diserap oleh masyarakat dalam pengambilan keputusannya. Sedangkan di
pihak lain, banyak masyarakat menganggap etika itu hanya demi
kepentingan perusahaan sendiri. Tantangan yang dihadapi serta kesadaran
akan keterbatasan perusahaan dalam memperkirakan dan mengendalikan
setiap keputusannya membuat perusahaan semakin sadar tentang tantangan
etika yang harus dihadapi.
INOVASI, PERUBAHAN DAN LAPANGAN KERJA
Aspek bisnis yang paling menimbulkan pertanyaan menyangkut etika adalah
inovasi dan perubahan. Sering terjadi tekanan untuk berubah membuat
perusahaan atau masyarakat tidak mempunyai pilihan lain. Perusahaan
harus menanam modal pada mesin dan pabrik baru yang biasanya menimbulkan
masalah karena ketidakcocokan antara keahlian tenaga kerja yang
dimiliki dan yang dibutuhkan oleh teknologi baru. Sedangkan perusahaan
yang mencoba menolak perubahan teknologi biasanya menghadapi ancaman
yang cukup besar sehingga memperkuat alasan perlunya melakukan
perubahan. Keuntungan ekonomis dari inovasi dan perubahan biasanya
digunakan sebagai pembenaran yang utama.
Sayangnya biaya sosial dari perubahan jarang dibayar oleh para promotor
inovasi. Biaya tersebut berupa hilangnya pekerjaan, perubahan dalam
masyarakat, perekonomian, dan lingkungan. Biaya-biaya ini tak mudah
diukur. Tantangan sosial yang paling mendasar berasal dari masyarakat
yang berdiri di luar proses. Dampak teknologi baru bukan mustahil tak
dapat diprediksi. Kewaspadaan dan keterbukaan yang berkesinambungan
merupakan tindakan yang penting dalam usaha perusahaan memenuhi
kewajibannya.
Dampak inovasi dan perubahan terhadap tenaga kerja menimbulkan banyak
masalah dibanding aspek pembangunan lainnya. Banyak pegawai menganggap
inovasi mengecilkan kemampuan mereka. Hal ini mengubah kondisi pekerjaan
serta sangat mengurangi kepuasan kerja. Perusahaan mempunyai tanggung
jawab yang lebih besar untuk menyediakan lapangan kerja dan menciptakan
tenaga kerja yang mampu bekerja dalam masa perubahan. Termasuk di
dalamnya adalah
mendukung, melatih, dan mengadakan sumber daya untuk menjamin
orang-orang yang belum bekerja memiliki keahlian dan dapat bersaing
untuk menghadapi dan mempercepat perubahan.
PASAR DAN PEMASARAN
Monopoli adalah contoh yang paling ekstrem dari distorsi dalam pasar.
Ada banyak alasan untuk melakukan konsentrasi industri, misal,
meningkatkan kemampuan berkompetisi, memudahkan permodalan, hingga
semboyan “yang terkuat adalah yang menang”. Penyalahgunaan kekuatan
pasar melalui monopoli merupakan perhatian klasik terhadap bagaimana
pasar dan pemasaran dilaksanakan. Kecenderungan untuk berkonsentrasi dan
kekuatan nyata dari perusahaan raksasa harus dilihat secara hati-hati.
Banyak kritik diajukan pada aspek pemasaran, misal, penyalahgunaan
kekuatan pembeli, promosi barang yang berbahaya, menyatakan nilai yang
masih diragukan, atau penyalahgunaan spesifik lain, seperti iklan yang
berdampak buruk bagi anak-anak. Diperlukan kelompok penekan untuk
mengkritik tingkah laku perusahaan. Negara pun dapat menentukan
persyaratan dan standar.
PENGURUS DAN GAJI DIREKSI
Unsur kepengurusan adalah bagian penting dari agenda kebijaksanaan
perusahaan karena merupakan kewajiban yang nyata dalam bertanggungjawab
terhadap barang dan dana orang lain. Perusahaan wajib melaksanakan
pengurusan manajemen dengan tekun atas semua harta yang
dipertanggungjawabkan pada pemberi tugas. Tugas terutama berada pada
pundak direksi yang diharapkan bertindak loyal, dapat dipercaya, serta
ahli dalam menjalankan tugasnya. Mereka tidak boleh menyalahgunakan
posisinya. Mereka bertanggung jawab pada perusahaan juga undang-undang.
Dalam hal ini auditing memegang peranan penting dalam mempertahankan
stabilitas antara kebutuhan manajer untuk menjalankan tugasnya dan hak
pemegang saham untuk mengetahui apa yang sedang dikerjakan para manajer.
Perdebatan mengenai gaji direksi terjadi karena adanya ketidakadilan
dalam proses penentuannya, ruang gerak yang dimungkinkan bagi direksi,
kurang jelasnya hubungan antara kinerja organisasi dan penggajian,
paket-paket tambahan tersembunyi dan kelemahan dalam pengawasan.
Tampaknya gaji para direksi meningkat, sementara tingkat pertumbuhan
pendapatan rata-rata cenderung menurun, dan nilai saham berfluktuasi.
Hal ini menimbulkan kritik dan kesadaran untuk menyoroti kenaikan gaji
para eksekutif senior. Informasi dan pembatasan eksternal merupakan
unsur penting dalam upaya menyelesaikan penyalahgunaan yang terjadi.
TANTANGAN MULTINASIONAL
Sering terjadi, perusahaan internasional mengambil tindakan yang tak
dapat diterima secara lokal. Banyak pertanyaan mendasar bagi perusahaan
multinasional, seperti kemungkinan masuknya nilai moral budaya ke budaya
masyarakat lain, atau kemungkinan perusahaan mengkesploitasi
lubang-lubang perundang-undangan dalam sebuah negara demi kepentingan
mereka. Dalam prakteknya, perusahaan internasional mempengaruhi
perkembangan ekonomi sosial masyarakat suatu negara. Mereka dapat
mensukseskan aspirasi negara atau justru malah membuat frustasi dengan
menghambat tujuan nasional. Hal ini meningkatkan kewajiban bagi
perorangan maupun industri untuk melaksanakan aturan kode etik secara
internal maupun eksternal.
(Sumber: Tom Cannon, Coporate Responsibility)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar