Etika Bisnis dan Tanggungjawab Sosial
Begitu cepatnya perkembangan yang terjadi dalam dunia bisnis, hingga secara akumulasi mampu memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Tetapi, ternyata aspek pertumbuhan itu kurang diimbangi dengan pemertaan, maka terjadilah kasus kesenjangan sosial dan ekonomi. Kesenjangan makin melebar jika upaya kearah pemerataan tidak dijalankan secara intensif.
Prinsip umum dalam dunia bisnis, yakni mencari benefit yang maksimum. Faktor modal dan berbagai sumberdaya dikerahkan untuk mendapatkan out put
yang memiki nilai lebih. Untuk mencapai sasaran tersebut banyak hal
yang harus “dikorbankan”, meskipun “pengorbanan” itu secara tidak
langsung.
Dalam
konteks “pengorbanan” tersebut seringkali terjadi penyimpangan,
umpamanya tenaga kerja yang dibayar tidak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, hingga upah tersebut tidak bisa menutupi kebutuhan dasar (basic need)
dari tenaga kerja. Dalam model relasi yang demikian, berarti unsur
tenaga kerja yang mensubsidi pelaku bisnis. Lantas, apakah hal tersebut
tidak menyimpang dari etika bisnis? Apakah pelaku bisnis yang bertindak
bisa dikatakan memiliki tanggungjawab sosial?
Tenaga
kerja merupakan faktor produksi, di samping modal, bahan baku, mesin
dan lahan. Para pelaku bisnis biasanya berupaya menekan ongkos produksi,
yakni untuk memperoleh benefit yang
maksimum. Upah tenaga kerja yang dibayar rendah merupakan langkah
efisiensi yang sangat keliru. Sebab, bagaimanapun tingkat upah ini akan
berkaitan erat dengan tingkat produktivitas.
Upah
yang rendah menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan fisik minimum
(KFM), lebih jauh lagi akan menimbulkan penurunan motivasi kerja.
Padahal, tenaga kerja merupakan aset terpenting bagi setiap perusahaan,
merupakan faktor yang menentukan tinggi rendahya produktivitas dan
efisiensi perusahaan.
Etika Bisnis dan HIP
Mulai
tahun 1975 diperkenalkan kebijaksanaan mengenai ketenagakerjaan dalam
bentuk HIP (hubungan Industrial Pancasila). Di dalam HIP diatur antara
pelaku proses produksi (tenaga kerja), pengusaha pemilik modal (pelaku
bisnis), konsumen dan pemerintah, supaya antara unsur-unsur tersebut
terjadi interaksi dengan sifat saling mufakat dan saling merasa
memiliki. Dalam HIP juga pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai KKB
(Kesepakatan Kerja Bersama), yang meliputi ketentuan upah minimum (KUM),
jaminan keselamatan kerja dan tunjangan.
Etika
bisnis dalam kaitannya dengan masalah ketenagakejaan sebenarnya sudah
cukup dirinci di dalam HIP. Tetapi, ternyata sampai saat ini
penyimpangan-penyimpangan dari etika tersebut sering terjadi.
Agar
perkembangan bisnis selalu dalam kondisi yang sehat, maka etika bisnis
harus tetap ditegakkan. Sebab, bagaimanapun bisnis bukan sekedar
kegiatan ekonomi semata, tetapi, juga menyangkut tanggungjawab sosial.
Bisnis akan terus tumbuh jika lingkungan sosial kondusif. Lingkungan
sosial meliputi tenaga kerja dengan segenap permasalahannya. Gejolak sosial yang muncul, seperti dalam bentuk aksi pemogokan, akan menimbulkan kemandegan pertumbuhan perusahaan.
Menyangkut Masyarakat
Bisnis
tumbuh ditengah-tengah masyarakat, bahkan segala aktivitas selalu
berkaitan erat dengan masyarakat. Dengan demikian masyarakat senantiasa
menerima dampak eksternal dari berbagai kegiatan bisnis, baik dampak
positif atau negatif.
Umpamanya dengan pembukaan industry
baru, dampak eksternal positif yang muncul, antara lain terjadinya
penyerapan tenaga kerja. Selain itu, terjadi juga peningkatan pendapatan
masyarakat di sekitarnya. Dengan munculnya bisnis baru ditengah-tengah
masyarakat, bisa memacu kegiatan perekonomian domestic. Hal itu ditandai
dengan meningkatnya keluar masuk uang dan barang, juga sarana
transportasi menjadi tersedia. Beberapa kota baru tiba-tiba muncul dan
banyak diekspos, misalnya Cikampek, Cikarang, Cilegon, Bontang, Batam
dan Lhoksumawe. Kota-kota kecil tersebut dulunya kurang dikenali, lantas
mendapat perhatian besar, antara lain karena kehadiran berbagai
aktivitas bisnis, terutama sektor industri.
Dengan
munculnya kawasan bisnis baru, masyarakat disekitarnya akan mengalami
transformasi sosial, ekonomi bahkan budaya. Arah transformasi tersebut
bisa positif, bisa pula sebaliknya. Contoh yang negatif, umpamanya
meningkatnya budaya komsumerisme dan pemindahan status kepemilikan
lahan.
Dengan
dibukanya kawasan industri baru atau pusat-pusat bisnis, terjadilah
upaya pembebasan tanah, kasus ini bisanya menyebabkan kekurangpuasan
dalam hal ganti-rugi, yang penyelesaiannya bisa berlarut-larut. Jika
penanganan proses “pemindahan status pemilik lahan” ini kurang seksama
dan tidak disertai tanggungjawab sosial, maka bisa menimbulkan dampak
eksternal bisnis yang negatif, yakni meluasnya pengangguran dan
kemiskinan.
Kehadiran
berbagai sektor bisnis di tengah-tengah masyarakat, selalu menimbulkan
dampak eksternal positif dan negatif. Masalahnya, jenis dampak eksternal
yang mana paling dominan. Di sinilah letak pentingnya etika bisnis dan
tanggungjawan sosial, bisnis tidak semata-mata mengejar keuntungan,
tetapi juga berupaya untuk ikut meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
sekitarnya. Paling tidak, kegiatan bisnis tersebut tidak merugikan
masyarakat.
Menyangkut Lingkungan
Aktivitas
bisnis terutama sektor industri, seringkali menimbulkan dampak
lingkungan yang negatif. Dalam berbagai proses produksi dihasilkan gas
polutan atau limbah bentuk padat dan cair. Dampak dari pelimbahan yakni
merosotnya mutu lingkungan yang secara langsung menyebabkan merosot pula
mutu hidup masyarakat sekitarnya. Udara yang dihirup menjadi tercemar.
Selain itu, limbah banyak berupa racun yang dapat mengancam kelangsungan
hidup masyarakat.
Jika
kasus pelimbahan dan polutan sudah tak terkendalikan lagi, maka sudah
menunjukkan terjadinya penyimpangan etika bisnis dan degredasi
tanggungjawab sosial dari pelaku-pelaku bisnis. Padahal biaya kompensasi
untuk merehabilitasi lingkungan yang rusak jauh lebih mahal, juga biaya
itu hanya sebagian kecil saja yang ditanggung pelaku bisnis, sebagian
besar lainnya justru ditanggung oleh anggota masyarakat yang
bersangkutan, atau subsidi dari pemerintah.
Ternyata,
berbagai aktivitas bisnis memerlukan filosofi bisnis, yakni etika
bisnis dan tanggungjawab sosial, yang harus benar-benar di realisasikan,
antara lain untuk meredam terjadinya dampak internal atau eksternal
yang negatif. Dengan diterapkannya etika bisnis yang disertai
tanggungjawab sosial, bisnis akan tumbuh dan berkembang karena
terciptanya iklim dan lingkungan yang kondusif. Bisnis dalam kondisi
yang demikian diharapkan bisa memacu terjadinya pemerataan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar